Pelajaran
Ramuan telah usai. Saatnya Pelajaran Mantra. Tapi dalam perjalanan mereka ke
kelas Mantra, keempat sekawan bertemu dengan Severus. “Hai, Snivellus,” kata
James, pura-pura ramah. “Kau tak perlu pura-pura ramah di hadapanku, anak
manja. Jangan sombong hanya karena kau unggul di kelas Ramuan tadi, anak
manja!” seru Severus sinis. “Kau masih berani memanggil James seperti itu
rupanya, Snivellus!” kata Sirius marah. James, Remus, dan Peter juga
menunjukkan muka marah, tapi James buru-buru merubah ekspresi wajahnya menjadi
ekspresi wajah ramah, ketika dia melihat Lily dari kejauhan, berjalan ke arah
mereka. “Snivellus sayang, bersyu-kurlah, bahwa kami belum diajari mantra untuk
menyerang, maka kami tak berda-ya,” kata James masih pura-pura ramah. “Bagus
kalau kau mengakui bahwa kau tak berdaya, anak manja!” bentak Severus.
“Jangan bentak dia, Severus,” kata Lily yang
tiba-tiba datang. “Oh, hai, Lily. Kau jangan mempercayainya, dia tidak seperti
yang kaubayangkan,” jawab Seve-rus sinis sambil memandang James, seakan James
adalah orang hina. “Terima kasih, Evans, kau telah membelaku,” kata James,
suaranya menunjukkan rasa terima kasih yang tulus. “Sama-sama, Potter,” jawab
Lily, lalu tersenyum.
Jantung
James berdegup kencang. Senyuman Lily serasa telah membuatnya melayang. Tapi,
kata-kata Severus telah menyadarkannya kembali. “Jangan bersi-kap terlalu baik
padanya, Lily, dia tidak seperti....” kata Severus, lalu dipotong oleh Lily,
“Sudahlah, ayo segera masuk, Profes-sor Flitwick telah menunggu.” Keenam anak
itu pun masuk.
“Kenapa
kalian tidak segera masuk, eh? Apakah sulit masuk ke dalam kelas ini? Lain kali
kalau terlambat lagi, kalian akan menjalani detensi. Untuk kali ini, hanya lima
angka dipotong untuk setiap anak,” kata Professor Flitwick agak marah. Keenam
anak pun duduk.
Pelajaran
Mantra berlangsung hampir sama dengan Pelajaran Ramuan tadi. James dan Sirius
tidak mau membaca buku, tapi keduanya bisa melakukan apa yang disuruh Professor
Flitwick. Mungkin mereka berdua memang dilahirkan berotak cerdas.
Setelah
pelajaran Mantra usai, saatnya makan siang. Ketika James, Sirius, Remus, dan
Peter memasuki Aula Besar, mereka mendengar beberapa anak perempuan
berbisik-bisik.
“Hei,
itu Potter.” “Hei lihat, Potter benar-benar tampan.” “Oh, dia sungguh tampan.”
“Lihatlah Potter. Kudengar, selain dia sangat tampan dia juga pandai.” “Seandainya
dia sudah kelas lima, aku akan memacarinya!” “Benar-benar tam-pan!”
Begitulah
bisikan-bisikan para gadis itu yang bisa didengar James dan teman-temannya.
Semuanya berbisik dengan nada kagum. James tidak heran, dia malah menyombongkan
diri. Dia mengacak-acak rambutnya yang berantak-an, membuatnya malah terlihat
lebih keren.
“Hai,
Evans,” sapa James yang melihat Lily sedang duduk di meja Gryffindor. “Oh, hai,
Potter,” jawab Lily ramah. Lalu James dan teman-temannya duduk di tempat duduk
yang tidak jauh dari tempat Lily duduk.
“Hari
ini kau pasti senang sekali-gus kesal, kan, James?” tanya Sirius. “Yah, kau
benar Sirius. Sungguh menyenangkan dan menyebalkan,” jawab James, dan ketika
itu Lily bangkit berdiri lalu meninggalkan Aula Besar. “Kenapa bisa begitu?”
tanya Peter bingung. “Oh, kau harus perbaiki otakmu, Peter. Agar benda itu bisa
kaugunakan untuk berpikir,” kata Sirius, nada suaranya seperti orang yang
sedang bercanda. “Yah, mungkin, Sirius. Tapi karena aku belum memperbaikinya,
kau harus memberitahuku,” jawab Peter, lalu keempatnya tertawa kecil. “Baik,
baik, kuberitahu kau. James senang karena dibela oleh Evans tadi, sebelum
pelajaran Mantra. Tapi, yang membuat James kesal adalah Evans dan Snivellus
saling panggil nama depan, bukan begitu, James?” tanya Sirius, mengerling pada
James. “Yeah,” jawab James lemah.