Rabu, 06 Juni 2012

The Story of James and Lily Potter - Bagian 4


James ingin sekali mengajak anak perempuan itu berkenalan, tetapi anak itu sudah meninggalkan toko. Nampaknya dia bergegas. Mr. Ollivander menghampiri-nya. “Anak yang cantik ya?” kata Mr. Ollivander mengejutkan James. “Ya, Sir,” kata James, melihat Mr. Ollivander membawa kira-kira tiga buah kotak kecil panjang. “Ek dan nadi jantung naga, keras, tiga puluh dua senti, silahkan coba mengayunkannya,” kata Mr. Ollivander, menyerahkan sebuah tongkat kepada James. James mengayunkannya. Tidak terjadi apa-apa.
Mr. Ollivander merebutnya dan mengembalikannya ke kotaknya. “Bukan, rupanya. Kalau begitu kita coba yang ini, dua puluh dua setengah senti, kayu kenari, elastis, intinya rambut unicorn, silahkan,” kata Mr. Ollivander, menyerahkan tongkat lainnya yang jauh lebih pendek daripada tongkat sebelumnya. James mengambilnya, mengayunkannya, dan tidak terjadi apa-apa. Mr. Ollivander merebutnya lagi dan mengembalikan ke kotaknya. Lalu dia membuka kotak terakhir yang tadi dibawanya.
“Kalau itu bukan, maka kita bisa mencoba yang ini. Mahogani. Dua puluh tujuh setengah senti. Intinya bulu ekor phoenix. Lentur, pasti sakti dan sangat cocok untuk transfigurasi. Silakan,” kata Mr. Ollivander lagi. Tongkat yang ini lebih panjang dari tongkat kedua, tapi lebih pendek dari tongkat pertama. James mengambilnya. Entah mengapa dia merasa nyaman ketika menyentuhnya. Dia mengayunkannya, dan nampaknya setitik cahaya putih dari lampu mendadak lebih terang, dan cahayanya keemasan. “Wow!” seru James.
“Wah, Anda mendapatkan tongkat Anda, Mr. Potter,” kata Mr. Ollivander, mengembalikan tongkat ketiga di kotaknya dan membungkusnya dengan kertas coklat. James mengambil kotak yang terbungkus itu, dan membayar enam Galleon dan lima Sickle. Ketika dia keluar, dia bertemu salah satu sahabatnya, anak laki-laki yang tingginya hampir sama dengannya, rambutnya hitam bergelom-bang, Sirius Black.
“Mr. Potter, ini dia, James di sini,” teriak Sirius ke arah belakangnya. Lalu dia menoleh ke James lagi. “Kenapa kau menghilang begitu saja? Ayahmu dan aku mencari-cari kau ke setiap sudut Diagon Alley!” seru Sirius sok galak. Dan seorang penyihir laki-laki yang kira-kira berusia 40-an menghampiri mereka. “Kau di sini rupanya. Sudah dapatkan tongkatmu?” tanya penyihir itu ramah. Dia jangkung, berambut hitam rapi, jubahnya hitam legam dengan kancing-kancing emas. Di bagian kiri jubahnya ada lencana berben-tuk persegi panjang, berwarna emas, de-ngan tulisan “Mr. Harvey Potter, Minister of Magic” (Mr. Harvey Potter, Menteri Sihir) berwarna merah tua.
“Sudah, Dad” kata James senang, menunjukkan bungkusannya. “Nah, Sirius, kau belum dapat kan? Masuklah,” kata Mr. Potter kepada Sirius. “Ya Sir,” kata Sirius, lalu melangkah masuk. “Perlu ditemani, Sirius?” tanya James, ketika Sirius mulai membuka pintu. “Tak usah,” jawab Sirius, lalu masuk ke dalam toko. James menoleh lagi pada ayahnya.
“Nah, James, sudah dapat semua kan? Buku, jubah, kuali, bahan-bahan ramuan, burung hantu, dan tongkat sihir. Lengkap?” tanya Mr. Potter. “Belum, Dad! Aku belum beli sapu!” seru James pada ayahnya. “James! Anak kelas satu tidak boleh membawa sapu,” bantah Mr. Potter. “Oh, ayolah Dad,” pinta James memelas. “Kalau begitu, biar Dad tunjukkan sesuatu padamu,” kata Mr. Potter, lalu mengajak James ke toko perlengkapan Quidditch.
“Kau lihat itu, James?” tanya Mr. Potter, menunjuk sebuah sapu berwarna hitam dengan tulisan keemasan. “Komet Dua Empat Puluh! Dad mau membelikan-ku sapu itu?” tanya James bersemangat. “Ya, tapi nanti setelah Dad melihat hasil ujian akhir tahun pertamamu. Jika hasilnya bagus, akan kubelikan kau sapu itu,” kata Mr. Potter. James langsung kehilangan semangatnya, wajahnya beru-bah muram.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar