Minggu, 10 Juni 2012

The Story of James and Lily Potter - Bagian 10


Pelajaran Ramuan telah usai. Saatnya Pelajaran Mantra. Tapi dalam perjalanan mereka ke kelas Mantra, keempat sekawan bertemu dengan Severus. “Hai, Snivellus,” kata James, pura-pura ramah. “Kau tak perlu pura-pura ramah di hadapanku, anak manja. Jangan sombong hanya karena kau unggul di kelas Ramuan tadi, anak manja!” seru Severus sinis. “Kau masih berani memanggil James seperti itu rupanya, Snivellus!” kata Sirius marah. James, Remus, dan Peter juga menunjukkan muka marah, tapi James buru-buru merubah ekspresi wajahnya menjadi ekspresi wajah ramah, ketika dia melihat Lily dari kejauhan, berjalan ke arah mereka. “Snivellus sayang, bersyu-kurlah, bahwa kami belum diajari mantra untuk menyerang, maka kami tak berda-ya,” kata James masih pura-pura ramah. “Bagus kalau kau mengakui bahwa kau tak berdaya, anak manja!” bentak Severus.
 “Jangan bentak dia, Severus,” kata Lily yang tiba-tiba datang. “Oh, hai, Lily. Kau jangan mempercayainya, dia tidak seperti yang kaubayangkan,” jawab Seve-rus sinis sambil memandang James, seakan James adalah orang hina. “Terima kasih, Evans, kau telah membelaku,” kata James, suaranya menunjukkan rasa terima kasih yang tulus. “Sama-sama, Potter,” jawab Lily, lalu tersenyum.
Jantung James berdegup kencang. Senyuman Lily serasa telah membuatnya melayang. Tapi, kata-kata Severus telah menyadarkannya kembali. “Jangan bersi-kap terlalu baik padanya, Lily, dia tidak seperti....” kata Severus, lalu dipotong oleh Lily, “Sudahlah, ayo segera masuk, Profes-sor Flitwick telah menunggu.” Keenam anak itu pun masuk.
“Kenapa kalian tidak segera masuk, eh? Apakah sulit masuk ke dalam kelas ini? Lain kali kalau terlambat lagi, kalian akan menjalani detensi. Untuk kali ini, hanya lima angka dipotong untuk setiap anak,” kata Professor Flitwick agak marah. Keenam anak pun duduk.
Pelajaran Mantra berlangsung hampir sama dengan Pelajaran Ramuan tadi. James dan Sirius tidak mau membaca buku, tapi keduanya bisa melakukan apa yang disuruh Professor Flitwick. Mungkin mereka berdua memang dilahirkan berotak cerdas.
Setelah pelajaran Mantra usai, saatnya makan siang. Ketika James, Sirius, Remus, dan Peter memasuki Aula Besar, mereka mendengar beberapa anak perempuan berbisik-bisik.
“Hei, itu Potter.” “Hei lihat, Potter benar-benar tampan.” “Oh, dia sungguh tampan.” “Lihatlah Potter. Kudengar, selain dia sangat tampan dia juga pandai.” “Seandainya dia sudah kelas lima, aku akan memacarinya!” “Benar-benar tam-pan!”
Begitulah bisikan-bisikan para gadis itu yang bisa didengar James dan teman-temannya. Semuanya berbisik dengan nada kagum. James tidak heran, dia malah menyombongkan diri. Dia mengacak-acak rambutnya yang berantak-an, membuatnya malah terlihat lebih keren.
“Hai, Evans,” sapa James yang melihat Lily sedang duduk di meja Gryffindor. “Oh, hai, Potter,” jawab Lily ramah. Lalu James dan teman-temannya duduk di tempat duduk yang tidak jauh dari tempat Lily duduk.
“Hari ini kau pasti senang sekali-gus kesal, kan, James?” tanya Sirius. “Yah, kau benar Sirius. Sungguh menyenangkan dan menyebalkan,” jawab James, dan ketika itu Lily bangkit berdiri lalu meninggalkan Aula Besar. “Kenapa bisa begitu?” tanya Peter bingung. “Oh, kau harus perbaiki otakmu, Peter. Agar benda itu bisa kaugunakan untuk berpikir,” kata Sirius, nada suaranya seperti orang yang sedang bercanda. “Yah, mungkin, Sirius. Tapi karena aku belum memperbaikinya, kau harus memberitahuku,” jawab Peter, lalu keempatnya tertawa kecil. “Baik, baik, kuberitahu kau. James senang karena dibela oleh Evans tadi, sebelum pelajaran Mantra. Tapi, yang membuat James kesal adalah Evans dan Snivellus saling panggil nama depan, bukan begitu, James?” tanya Sirius, mengerling pada James. “Yeah,” jawab James lemah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar